Ini adalah cerita tentang orang yang sering berbeda pendapat :)
Dahulu kala, terdapatlah seorang raja yang mengalami kerepotan dengan para menterinya. Mereka terlalu banyak berbantah sehingga nyaris tak satupun keputusan dapat diambil. Para menteri itu mengikuti tradisi politik kuno, masing-masing menyatakan bahwa dirinyalah yang paling benar dan yang lainnya salah. Meskipun demikian, ketika sang raja yang penuh kuasa menggelar perayaan festival umum, mereka semua bisa sepakat untuk cuti bersama.
Festival yang luar bisa itu digelar di sebuah stadion besar. Ada nyanyian dan tarian, akrobat, badut, musik dan banyak lagi. Dan di puncak acara, di kerumunan banyak orang, dengan para menteri yang tentunya menempati tempat duduk terbaik, sang raja menuntun sendiri gajah ke tengah arena. Di belakang gajah itu berjalanlah tujuh orang buta yang telah diketahui oleh umum sebagai orang-orang yang buta sejak lahir.
Sang raja meraih tangan orang buta pertama, menuntunnya untuk meraba belalai gajah itu dan memberitahunya bahwa itulah gajah. Raja lalu membantu orang buta kedua untuk meraba gading sang gajah, orang buta ketiga meraba kupingnya, yang keempat meraba kepalanya, yang kelima meraba badannya, yang keenam meraba kaki, dan yang ketujuh meraba ekornya, lalu menyatakan kepada masing-masing orang buta bahwa itulah yang dinamakan gajah.
Lalu raja kembali kepada si buta pertama dan memintanya untuk menyebutkan dengan lantang seperti apakah gajah itu.
"menurut pertimbangan dan pendapat saya yang ahli ini," kata si buta pertama, yang meraba belalai gajah, "saya nyatakan dengan keyakinan penuh bahwa 'seekor gajah' adalah sejenis ular, marga python asiaticus."
"Sungguh omong kosong," seru si buta kedua yang meraba gading gajah. "Seekor 'gajah' terlalu keras untuk dianggap sebagai seeokr ular. Fakta sebenarnya, dan daya tak pernah salah, gajah itu seperti bajak petani."
"Jangan melucu," cemooh si buta ketiga yang meraba kuping gajah. "Seekor 'gajah'adalah seperti daun kipas yang besar."
"Kalian idiot tak berguna!" tawa si buta keempat yang meraba kepala gajah. "Seekor 'gajah'sudah pasti adalah sebuah gentong air yang besar."
"Mustahil! Benar-benar mustahil!," cibir si buta kelima yang meraba badan gajah. "Seekor 'gajah'adalah sebuah batu karang besar."
"Dasar orang-orang picik!" seringai si buta terakhir yang meraba ekor gajah. "Aku akan memberitahu kalian apa sebenarnya 'gajah' itu. Seekor gajah adalah semacam pecut pengusir lalat. Aku tahu, aku dapat merasakannya."
"Sampah! Gajah itu seekor ular.". "Tidak bisa! Itu gentong air!". "Bukan! Gajah itu…" Dan para buta itu pun mulai berbantah dengan sengitnya, semuanya bicara berbarengan, menyebabkan kata-kata melebur menjadi teriakan-teriakan yang lantang dan panjang. Tatkala kata-kata penghinaan mulai mengudara, lantas datanglah jotosan. Para buta itu tidak yakin betul siapa yang mereka jotos, tetapi tampaknya itu tidak terlalu penting dalam tawuran semacam itu. Mereka sedang berjuang demi prinsip, demi integritas, demi kebenaran. Kebenaran masing-masing pada kenyataannya.
Saat prajurit raja melerai tawuran membuta diantara orang-orang buta itu, kerumunan hadirin di stadion terpaku diam dan wajah para menteri tampak malu. Setiap orang yang hadir menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh raja melalui pelajaran itu.
Bayangkanlah seperti apa jadinya jika ketujuh orang buta itu, alih-alih mempertentangkan data-data mereka, malah menggabungkan pengalaman. Mereka akan menarik suatu kesimpulan bahwa 'seekor gajah' adalah sesuatu yang seperti batu karang besar, yang ditopang oleh empat batang pohon. Di bagian belakang batu karang itu ada seutas pecut pengusir lalat, dan di depannya ada gentong air besar. Di setiap sisi gentong air itu terdapat dua daun kipas, dengan dua bajak yang mengapit seekor piton panjang! Bukan gambaran yang buruk-buruk amat akan seekor gajah, bagi orang yang tak akan pernah melihatnya.
Masing-masing dari kita hanya mengetahui sebagian saja dari kebenaran. Bila kita memegang teguh pengetahuan kita yang terbatas itu sebagai kebenaran mutlak, kita tak ubahnya seperti salah satu dari orang buta yang meraba satu bagian dari seekor gajah dan menyimpulkan bahwa pengalaman parsial mereka itu sebagai sebuah kebenaran, dan yang lainnya salah. Jadi, jangan menganggap bahwa diri kita 100% dan oranglain 100% salah. Belajarlah untuk tetap menghargai sudut pandang oranglain.
Posted by : Selly Wijayanti
Session : Artikel Mingguan
Source : artikel kaskus Young On Top
Nama : Lyly Yuliane
BalasHapusNIM : 3201105106
Belajarlah dari sebuah cerita diatas, petik hal-hal yang positif dan jangan selalu beranggap bahwa diri kita adalah yang paling sempurna diantara pribadi lainnya. Ingat bahwa kita hanyalah seorang manusia yang diciptakan oleh Tuhan dan hanya Tuhanlah sumber dari segala-galanya.
Marfin Fath.S
BalasHapus3201105114
Cerita ny fiksi kan??*canda
banyak pesan nih tersampaikan lewat cerita singkat nih, terutama jangan pernah menganggap kita selalu benar karena belum tentu kita yang paling benar.(betul nggk?)