Tak dapat dipungkiri bahwa banyak perusahaan yang berusaha untuk mempertahankan pemimpin besarnya karena ketakutan akan kosongnya posisi kepemimpinan yang dianggap ideal. Padahal pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu meninggalkan warisan penting, bukan dalam bentuk kondisi perusahaan yang sukses besar, nilai saham meroket, strategi ampuh, atau hal lain yang sifatnya sementara, namun warisan seorang pemimpin yang sesungguhnya adalah values yang dihayati dan menjadi pedoman bagi penerusnya dalam melanjutkan dan mensukseskan organisasi. Banyak yang terjadi selama ini justru pemimpin banyak meninggalkan personal value terkait dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan di perusahaan tersebut, sehingga akan musnah seiring dengan musnahnya/ hilangnya pimpinan tersebut. Value (nilai dasar) sebagai bagian dari budaya perusahaan yang dipegang teguh dan diyakini oleh semua karyawan kemudian teraplikasi dalam perilaku mereka dan akan menjadi tulang punggung keberlangsungan perusahaan. Perusahaan memang membutuhkan strategi, kepemimpinan yang tangguh, sistem yang rapi, serta orang yang terampil menjalankan bisnis, namun kesemuanya itu harus direkatkan dalam bingkai yang sama berupa landasan nilai budaya yang sama. Hal ini akan menjadi alat yang ampuh dalam memenangkan hati karyawan sebagai motor jalannya operasional perusahaan.
BUILDING CULTURE
Budaya perusahaan sesungguhnya mencakup dua elemen dasar yaitu nilai-nilai (shared values) dan perilaku (common behaviour). Shared values adalah nilai yang diyakini bersama dan sebagai pedoman utama bagi setiap karyawan, cenderung tidak nampak dan hanya bisa dirasakan oleh orang-orang dalam yang menjadi pondasi dari budaya perusahaan. Common behaviour adalah panduan praktis karyawan dalam mengimplementasikan nilai yang diyakini sekaligus mencakup sanksi bagi yang melanggar maupun reward bagi yang melakukannya. Berbeda dengan value, hal ini sangat terlihat khususnya oleh pelanggan. Jika diibaratkan gunung es, shared value adalah bagian dasar gunung yang tertutup air laut, sedangkan common behaviour adalah puncak gunung yang tampak di permukaan air laut. Nilai budaya perusahaan memerlukan rumusan yang sederhana agar mudah dicerna, sehingga bukan hanya menjadi kata-kata yang indah tanpa makna, mudah dihapal dan dipahami oleh seluruh karyawan. Tidak hanya itu, nilai budaya perusahaan juga harus memberikan direction dan motivation, bagaimana hal yang benar dan salah, yang harus dilakukan atau tidak, yang harus didorong dan diprioritaskan dan mana yang tidak, serta harus menjadi energi yang tidak pernah berhenti memotivasi karyawan dalam menjalankan aktivitasnya.
LEADERS AS “VALUE BUILDER”
Seluruh pimpinan adalah value builder. Ketika nilai budaya itu belum ada, maka tugas pemimpin adalah membangunnya, selanjutnya menanamkan nilai-nilai tersebut kepada seluruh karyawan, dan menegakkan nilai tersebut agar terus hidup, lestari, dan berkembang seiring dengan berkembangnya perusahaan. Pemimpin telah mentuntaskan tugasnya saat ia mampu mentransformasikan penerusnya menjadi pemimpin-pemimpin baru yang memiliki nilai luhur (values) yang ditanamkan oleh pimpinan, bukan personal value namun lebih kepada corporate values yang selalu hidup bersama perusahaan bahkan sampai dengan seratus tahun kedepan. Corporate value yang mengakar kuat akan mempengaruhi setiap karyawan baru, melalui interaksinya dalam aktivitas sehari-hari, karyawan akan mengalami transformasi diri perlahan, sehingga tanpa kehadirannya, pemimpin telah mentransformasikan karyawan tersebut agar memiliki nilai yang ada dalam corporate values.
BUILDING STRONG CULTURE
Corporate culture yang “bagus” bagi suatu perusahaan belum tentu “bagus” pula di perusahaan lain. Budaya perusahaan harus mampu menjawab tantangan bisnis internal dan eksternal perusahaan, dan karena setiap perusahaan memiliki tantangan yang berbeda, maka masing-masing harus bisa merumuskan budaya yang paling sesuai dengan perusahaannya. Tantangan eksternal bisa merupakan tantangan makro yang dihadapi (teknologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, market), kompetisi, dan perubahan perilaku konsumen. Sedangkan faktor internal terkait dengan visi misi perusahaan dan strategi bisnis umum perusahaan. Hal ini yang menyebabkan bahwa perumusan nilai perusahaan mengacu pada konteks bisnis yang melingkupi perusahaan. Yang terpenting adalah budaya perusahaan harus benar-benar diimplementasikasn secara konsisten, tidak sekedar dirumuskan sebagai pemanis, namun dapat dipegang teguh sebagai acuan perilaku karyawan, dan terinternalisasi secara kuat dalam perusahaan. Sehingga tugas besar perusahaan adalah bukan sekedar merumuskan “good culture” namun juga menjadikannya sebagai “strong culture”.
Nilai budaya bukan hanya berupa konsep namun juga terwujud dalam keseharian perusahaan. Benar adanya istilah“Customer is king”, kita harus bisa memahami karakteristik konsumen, namun sebelumnya dan juga penting adalah bagaimana kita mampu menggarap orang-orang yang ada, sebagai asset penting dan ampuh dalam menjawab tantangan global saat ini, yang pengelolaannya harus direkatkan dalam bingkai yang sama berupa landasan nilai budaya yang sama. Dalam hal ini peran pemimpin sangatlah besar dalam menanamkan nilai budaya bagi perusahaannya, menjadikan value tersebut mampu dihayati dan menjadi pedoman bagi penerusnya dalam melanjutkan dan mensukseskan organisasi. Warisan luhur ini akan selalu hidup bersama perusahaan bahkan sampai dengan seratus tahun kedepan.
“Leaders must be able to make the values alive”. Pemimpin harus bisa menjadikan nilai perusahaan hidup dalam aktivitas perusahaan.
posted by : Selly Wijayanti
session : Artikel mingguan 1
At : 20 Maret 2012, 20:51 WIB.